A. Sejarah Ejaan
Ejaan ialah seperangkat hukum atau kaidah yang mengatur cara melambangkan bunyi, cara memisahkan atau menggabungkan kata, dan cara memakai tanda baca.
1. Ejaan van Ophuijsen. Pada tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan aksara Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan van Ophuijsen ialah sebagai berikut.
1. Huruf j digunakan untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2. Huruf oe digunakan untuk menuliskan goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda diakritik, menyerupai koma, ain dan tanda trema, digunakan untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.
2. Ejaan Soewandi. Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan gres itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu ialah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, menyerupai pada guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah dan suara sentak ditulis dengan k, menyerupai pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2, berjalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, menyerupai kata depan dirumah, dikebun disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo. Pada final 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Selametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang lalu dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama bertahun-tahun berikutnya mengurungkan pelantikan ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan gres itu menurut Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membuatkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987, kedua pemikiran tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987. Dengan demikian, maka terjadilah pengubahan ejaan.
5. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
Pada tanggal 26 November 2015, ditetapkan di Jakarta, keluarlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ketika itu, Anies Baswedan. Peraturan tersebut dibuat sebagai efek kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni baik verbal maupun goresan pena serta fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara juga perlunya penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Penggunaan EBI sanggup dipergunakan bagi instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat secara baik dan benar.
Adapun, Pedoman EBI dibuat menurut pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 ihwal Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 ihwal Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5554);
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 ihwal Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wapres serta Pejabat Negara Lainnya; Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 ihwal Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 ihwal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15); dan Keputusan Presiden Nomor 121/P/2014 ihwal Kabinet Kerja periode tahun 2014 – 2019 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015 ihwal Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019.
B. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
I. PEMAKAIAN HURUF
Pemakaian aksara dalam EBI, antara lain:
A. Huruf Abjad
B. Huruf Vokal
C. Huruf Konsonan
D. Huruf Diftong
E. Gabungan Huruf-Konsonan
F. Huruf Kapital
G. Huruf Miring
H. Huruf Tebal
II. PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
B. Kata Berimbuhan
C. Bentuk Ulang
D. Gabungan Kata
E. Pemenggalan Kata
F. Kata Depan di, ke, dan dari
G. Partikel
H. Singkatan dan Akronim
I. Angka dan Bilangan
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya
K. Kata Sandang si dan sang
Sumber : Slide Bahasa Indonesia Pertemuan 3 @bsi
Kuliah ? Bsi aja !